HOME .POLHUKUM .PENDIDIKAN .EKONOMI .KESEHATAN. SOSIAL BUDAYA. WISATA ALAM. KRIMINAL. PEMBANGUNAN.

Sabtu, 09 Agustus 2014

PERNYATAAN BODOH LUKAS ENEMBE SOAL OTSUS PLUS


Penulis : Yan Christian Warinussy | Rabu, 26 Maret 2014 00:14 Dibaca : 769    Komentar : 3

Share
Saya menilai pernyataan Gubernur Papua Lukas Enembe yang menyatakan bahwa perjuangan untuk menjawab persoalan di Tanah Papua adalah melalui penyusunan draft Undang-Undang Otonomi Khusus (Otsus) Plus yang kata dia sudah sampai di Kementerian, tidak jelas kementerian
mana? Pernyataan Gubernur Papua ini adalah sebuah pernyataan sangat bodoh.

Saya katakan sangat bodoh, karena Lukas Enembe sama sekali tidak paham dan bersikap tidak mau paham bahwa proses penyusunan draft UU Otsus Plus yang dibuatnya adalah sangat bertentangan dengan hukum (vide pasal 77 dan 78 Undang-Undang No. 21 Tahun 2001).

Selain itu, persoalan di tanah Papua adalah persoalan hak asasi manusia dan soal perbedaan pemahaman tentang sejarah politik dalam konteks integrasi Papua ke dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sebagai diakui dalam konsideran menimbang huruf f dari Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Propinsi Papua.

Hal ini sudah menjadi jelas ketika dalam pertemuan rakyat Papua dengan Majelis Rakyat Papua dan Papua Barat pada bulan Mei 2013 di Jayapura, di mana sudah ditegaskan bahwa Otsus Gagal, sehingga perlu mendorong Dialog Damai yang difasilitasi pihak ketiga yang netral untuk mempertemukan Rakyat Papua dan Pemerintah Indonesia.

Dengan demikian, tidak bijak dan sangat bodoh serta cenderung skeptis, jika seorang Pemimpin daerah seperti Lukas Enembe mau mengatakan bahwa Papua akan Damai dan Aman jika masalah-masalah seperti pendidikan, kesehatan, ekonomi, infrastruktur jalan darat dan sumber daya manusia dilaksanakan tanpa melihat dan menyentuh akar masalah tersebut  di atas.

Pemahaman yang baik akan masalah Papua dewasa ini adalah mendorong diselesaikannnya akar persoalan rakyat Papua tersebut melalui media Dialog  Damai yang mempertemukan rakyat Papua dengan pemerintah Indonesia dengan difasilitasi pihak ketiga yang netral. Ini adalah salah satu tanggung jawab penting dari Gubernur Papua Lukas Enembe dan juga Gubernur Papua Barat Abraham Octavianus Atururi.

Kehendak pribadi dan kelompok Enembe untuk terus memaksakan dibahasnya draft  UU Otsu Plus yang inkonstitusional itu akan senantiasa menuai perlawanan dari seluruh elemen rakyat Papua dari Sorong sampai Samarai, dari Pulau Biak hingga ke Pulau Adi.

Menurut saya, pidato kampanye politik Enembe dan Partainya pada 18/3 di Lapangan Merah Putih, Karubaga tentang Draft UU Otsus Plus tersebut adalah sangat tidak bermakna dan tidak mengenai masalah dasar Orang Asli Papua, sehingga seharusnya tidak digunakan sebagai alasan untuk
memberikan kepercayaan dan aspirasi politik rakyat kepada dia dan partainya tersebut.

Pernyataan bodoh Enembe tersebut memang tidak bisa dilepas dari sikap Ketua Umum Partainya di pusat yang sama sekali tidak memiliki visi dan paradigma yang jelas dalam menuntaskan sejumlah kasus pelanggaran hak asasi manusia yang penting. Sehingga adalah sulit untuk menaruh kepercayaan penuh rakyat di atas pundak mereka.

Saya selaku salah satu Advokat Senior di Tanah Papua sedang mempersiapkan langkah hukum berdasarkan ketentuan pasal 77 dan 78 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Propinsi Papua serta Konstitusi NKRI, guna mengajukan Permohonan Uji Materil
(Judicial Review) terhadap draft UU Otsus Plus kelak jika sampai Juli 2014 jadi dibahas dan ditetapkan menjadi Undang-Undang pengganti UU Otsus Papua.


Yan Christian Warinussy, Direktur Eksekutif LP3BH Manokwari/Peraih Penghargaan Internasional di Bidang HAM "John Humphrey Freedom Award" Tahun 2005 dari Canada/Sekretaris Komisi HAM, Perdamaian, Keadilan dan Keutuhan Ciptaan pada Badan Pekerja Klasis GKI Manokwari/Anggota Steering Commitee Forum Kerjasam (Foker) LSM se-Tanah Papua/Salah satu Pembela HAM (Human Rights Defender/HRD) di Tanah Papua.

Tidak ada komentar: