Kegagalan Yang Mahal
Ayat Renungan Harian Kristen hari ini :
“Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa saja yang ada padaKu mengenai kamu, demikianlah firman Tuhan, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan.” (Yeremia 29:11)
Tahun 2001, aku baru saja lulus informatika perguruan tinggi terkenal di surabaya, dan setelah kelulusan, aku mempunyai keinginan yang sangat keras untuk pergi ke amerika untuk bekerja. Aku berusaha dengan segala cara agar keinginanku ini terwujud. Aku banyak mencari informasi dan rela bolak balik Sidoarjo-Surabaya sampai aku sudah tidak kuat lagi menaiki sepeda motor. Aku rela membayar biaya yang sangat mahal untuk agen/calo visa. Cita-citaku memang ingin mempunyai penghasilan besar di Amerika, mengingat aku tidak mempunyai usaha keluarga untuk diteruskan. Tidak seperti rata-rata teman-temanku yang hampir semua mempunyai usaha keluarga sendiri. Bila aku bekerja di perusahaan, gaji yang kuterima hanya sekitar 1 jt (th 2001), memang cukup untuk sendiri, tapi tidak untuk masa depan meskipun tiap tahun naik 10%. (saat itu aku menunggu wisuda aku sambil bekerja di bank selama 9 bln). Biaya hidup yang tinggi membuatku harus berpikir untuk mencari penghasilan yang lebih besar. Jika dibandingkan dengan luar negri, memang sangat jauh. Aku pernah berpikir seminggu waktuku kuhabiskan di Indonesia, berarti aku telah membuang 5 jt, jika bekerja di luar negri.
Dengan pikiran tiap minggu kehilangan kesempatan memperoleh 5 jt, aku berusaha keras untuk bisa bekerja di luar negri. Aku berusaha keras meminta persetujuan orang tua, dengan janji2ku. Akhirnya dengan berat hati, orang tua menyetujui. Tinggal masalah visa yang terberat. Karena aku harus interview langsung, dan untuk mendapat visa Amerika memang tidak mudah. Selain itu aku harus memalsu beberapa dokumen. Selama ini aku bertanya2 pada Tuhan, apakah yang kulakukan ini benar, apakah Dia setuju dengan rencanaku ini, apakah Dia juga ikut mendukung ? Akupun sempat berjanji2 pada Tuhan apabila aku berhasil. Selama itu aku merasa tidak mendengar jawabanNya, atau aku yang tidak bisa mendengarNya saat itu. Memang banyak kesulitan aku temui, banyak penghalang yang muncul dalam pengurusan visa, tapi aku “memaksa” Tuhan dengan berdoa “Tuhan, ijinkanlah aku berangkat !”. Aku berpatokan kalau memang visaku gagal berarti aku tidak boleh berangkat. Banyaknya penghalang dalam visa aku artikan sebagai ujian dari Tuhan untuk menguji kesungguhanku. Aku berusaha mencari solusi dalam tiap proses sampai akhirnya visaku benar2 disetujui. Alangkah gembiranya aku saat itu, usahaku selama ini tidak sia-sia, aku bisa berangkat ke Amerika dan Tuhan sudah tunjukkan ijinNya, berarti Tuhan setuju. Aku senang sekali, meskipun bayanganku nanti aku akan berhadapan dengan kerja keras dan penderitaan, tapi aku optimis aku akan sanggup menghadapinya. Akhirnya aku berangkat ke Amerika. Banyak hal kualami mulai dari keberangkatan, karena aku berangkat sendirian.
Di Amerika aku mulai hidup mandiri. Aku mulai mengalami apa itu penderitaan. Meskipun aku telah banyak mempersiapkan diri, mulai timbul banyak masalah. Aku hidup di dunia yang menyeramkan. Hari demi hari kulalui, “Aku harus sanggup bertahan!” Dengan tangis air mata, aku berpikir “Aku tau bakal seperti ini, aku harus maju terus!” Dengan tekadku aku berhasil penyesuaian bertahan dalam hal makanan dan pekerjaan fisik. Setiap hari aku makan seadaanya, sampai pernah harus disumbang sosis 2 irisan kecil. Tapi aku bisa menyesuaikan dengan makanan dalam kondisi yang memalukan. Tak masalah bagiku. Aku sudah berjuang untuk visa, tak ingin usahaku sia-sia. Begitu juga dengan kerja fisik, badanku telah pegel linu, kaki kram karena bekerja harus berdiri, sampai demam, ditambah lagi suhu musim dingin saat itu 5-10o C. Lama-lama badanku terbiasa, kakiku sudah kuat berdiri berjam-jam lamanya.
Sebagai seseorang yang mencari uang, apa yang diperlukan sudah cukup, yaitu makanan, tempat tinggal, dan pekerjaan. Sudah cukup untuk bertahan di Amerika. Tapi ternyata aku salah perhitungan. Satu hal yang membuatku sangat menderita adalah rasa “kesepian”. Hatiku benar-benar “kosong”. Aku terlalu menganggap remeh hal ini. Aku optimis bisa mengatasinya saat itu karena aku berpikir apalah artinya masalah kecil ini. Ternyata tidak berhasil. Aku mendapat beberapa teman, tapi hatiku tetap kosong. Aku menjadi gelisah, apa yang salah ? Hidupku sudah berkelanjutan dan bisa mendapat uang, tapi ada sesuatu yang mencambukku terus menerus dan aku kesakitan. Aku berusaha untuk tidak terlalu memikirkannya dan mengisinya dengan bekerja. Aku terus menanamkan pada diriku bahwa tujuanku ke Amerika adalah mencari uang. Aku bahagia sekali setiap aku menerima gajiku. “Inilah hasil usahaku” Perjuanganku dari awal tidak sia-sia, tapi kesakitan itu terus menyerang. Tiap malam aku menderita, aku berusaha untuk tidak emosional dan terlalu memikirkan hatiku, tapi aku tidak bisa. Aku ingin lari dari kenyataan, tapi kemana aku harus berlari, aku bingung karena arah pelarianku tidak tepat, aku tau itu. Tapi aku tidak ingin kesakitan lebih lama lagi, bagaimana cara mengisi kekosongan hati ini, aku menjerit, aku menangis, aku berseru pada Tuhan setiap hari, setiap malam, sampai aku kecapekan dan akhirnya tertidur. Dalam malam2 yang sangat dingin itu aku meratap, hari demi hari, sampai akhirnya aku menyerah. Ternyata hatiku lebih unggul daripada ego dan logikaku.
Suatu minggu aku ke gereja, bagaikan disambar petir aku mendengar kata-kata kotbah “Jangan sampai dollar menjadi kutuk dalam hidupmu !” Aku tau bahwa saat itu Tuhan sedang berbicara padaku. Aku sedih, aku merasa Tuhan tidak berada di pihakku. Bukankah selama ini Tuhan tolong aku, Tuhan setujui permohonanku, visaku. Untuk apa semua perjuangan berat itu jika aku harus pulang kembali ke Indonesia. Kenapa kalau memang Tuhan melarang aku berangkat ke Amerika, kok tidak dari awal-awal saja ? visaku gagal kan beres, aku tidakjadi berangkat ?! Aku merasa Tuhan mempermainkan aku. Tapi saat itu juga aku melihat Dia berdiri begitu Agung dihadapanku, begitu Mulia, Maha kuasa. Dia memandangku dengan tersenyum dan penuh kasih. Aku tau Dialah yang berencana atas hidupku. Aku tau apa maksudNya. Dia tunjukkan kalo aku sendirilah yang memaksa untuk ke Amerika, dengan sok yakin. Tuhan telah tunjukkan kelemahanku. Ternyata aku tidak sanggup mengatasi kekosongan hatiku. Aku telah gagal. Tapi Dia tetap mengasihiku. Dia tidak membiarkanku bertambah hancur. Dia telah kabulkan permintaanku ke Amerika yang telah aku minta dengan paksa, meskipun berakhir dengan kegagalan. Mengapa ? Karena Dia begitu mengasihi anakNya. Dia tahu kalau aku tidak akan sadar kalau belum mencobanya sendiri. Aku yang keras kepala ini. Dia tahu kalau aku akan belajar sesuatu dari pengalaman ini. Dengan berat aku memutuskan pulang. Aku merasa di Indonesia buahku akan lebih manis rasanya. Pengalaman yang mahal ini membuatku belajar untuk menerima apapun keputusanNya, meskipun tidak sejalan dengan keinginanku yang bagiku rasional. Tapi ternyata Dia lebih mengerti.
Saat ini, meskipun penghasilanku di indonesia hanya cukup untuk diriku sendiri, aku tidak ingin mengkuatirkannya karena aku tau Tuhan ada di pihakku, dan Dia berencana atas hidupku, Aku yakin dia punya rencana lain untuk ku di masa depan. Dia pegang kendali, dan dalam kendaliNya kita akan tampak lebih indah.
Seperti ada tertulis :
Seperti ada tertulis :
“Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa saja yang ada padaKu mengenai kamu, demikianlah firman Tuhan, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan.” - Yeremia 29:11
Tidak ada komentar:
Posting Komentar