KONPAKPAPUA MEDIA RAKYAT INDONESIA TIMUR PROVINSI PAPUA DIPERSEMBAHKAN OLEH KONPAK PAPUA
HOME .POLHUKUM .PENDIDIKAN .EKONOMI .KESEHATAN. SOSIAL BUDAYA. WISATA ALAM. KRIMINAL. PEMBANGUNAN.
Rabu, 13 Agustus 2014
INILAH SEBAB BARNABAS SUEBU DITETAPKAN SEBAGAI TERSANGKA DUGAAN KORUPSI Penulis : Victor Mambor on August 5, 2014 at 22:22:07 WP
Juru Bicara KPK, Johan Budi SP, kepada wartawan mengatakan Barnabas Suebu diduga telah melakukan penyalahgunaan kewenangan juga penggelembungan harga dari proyek yang nilai anggarannya mencapai Rp 56 miliar.
“Sementara, kerugian negara yang bisa disimpulkan sampai saat ini sekitar Rp 36 miliar,” kata Johan saat memberikan keterangan pers di kantor KPK, Jakarta, Selasa (5/8).
Juru bicara KPK ini menyebutkan Barnabas Suebu menyalahgunakan kewenangannya dalam penunjukkan subkontraktor dari proyek tersebut. PT PT Konsultasi Pembangunan Irian Jaya (KPIJ) yang menjadi subkontraktor proyek ini ternyata masih ada hubungannya dengan Barnabas Suebu yang ketika proyek berjalan menjabat sebagai Gubernur Papua.
Bersama Barnabas Suebu, ditetapkan juga dua tersangka lainnya, yakni Jannes Johan Karubaba yang menjabat Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Propinsi Papua tahun 2008-2011 dan Direktur Utama (Dirut) PT KPIJ Lamusu Didi.
Tahun lalu, Jubi mencatat, Proyek PLTA Mamberamo ini memiliki banyak kejanggalan. Banyak pembayaran barang dan jasa diduga dalam proyek ini tidak sesuai ketentuan. Misalnya pembayaran yang dilakukan oleh Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Papua pada TA 2009 dan 2010 yang dipimpin oleh Jannes Johan Karubaba. Dinas ini telah merealisasikan belanja modal studi/perencanaan teknis untuk dua kegiatan detail enginering design (DED) PLTA Mamberamo Tahap I sebesar Rp17,48 M dan DED PLTA Urumuka Tahap I dan II sebesar Rp22,87 M.
Pekerjaan DED PLTA Mamberamo Tahap I ini, dikerjakan oleh PT GA bekerjasama dengan PT KPIJ. Dokumen pembayaran pekerjaan menunjukkan pembayaran yang diterima PT GA sebesar Rp15,26 M, setelah dipotong PPN dan PPh telah ditransfer kembali kepada PT KPIJ sebesar Rp10,86 M (71,17%). Sementara, isi dalam Kerangka Acuan Kerja (KAK) pekerjaan DED PLTA Mamberamo Tahap I, menurut keterangan ahli dari BPPT yang dituangkan dalam Laporan Audit Teknologi nomor 2001/DED-PLTAPAPUA/012 tanggal 24 Maret 2011, terlalu umum atau kurang fokus dalam menentukan sasaran yang hendak dicapai. Isi laporan juga banyak yang kurang sesuai dan kurang lengkap dalam dokumen DED.
Output dari DED pun, belum dapat dijadikan dasar dalam membuat dokumen tender pelaksanaan pembangunan PLTA. Laporan Akhir DED PLTA Mamberamo Tahap I juga hanya berupa gambar perencanaan dasar DED PLTA Sungai Urumuka (bukan DED PLTA Sungai Mamberamo), yang terdiri dari gambar potongan melintang PLTA, gambar potongan spillway, sand flush, power house dan emergency spillway. Keterangan ahli ini membuat kesimpulan hasil pekerjaan PT GA dan PT. KPIJ tidak layak untuk dibayar, karena tidak sesuai dengan standar DED menurut ahli dari BPPT. Laporan akhir DED PLTA Mamberamo Tahap I pun hanya menyalin dari DED PLTA Sungai Urumuka Tahap I yang telah dibuat terlebih dahulu oleh PT IK sesuai Surat Perjanjian Kerjasama Nomor 027/369.c tanggal 05 Agustus 2009.
Dalam kasus ini pelaksana proyek telah melakukan penyetoran kembali pembayaran yang telah diterima sebesar Rp5,38 M yang terdiri atas pembayaran DED PLTA Mamberamo Tahap II sebesar Rp2,64 M pada tanggal 3 Maret 2011 dan DED PLTA Urumuka Tahap III sebesar Rp2,73 M pada tanggal 3 Maret 2011. Sedangkan dalam pelaksanaan pekerjaan DED PLTA Sungai Urumuka Tahap I dan II yang dilaksanakan oleh PT IK diketahui kemudian pembayaran yang diterima oleh PT IK sebesar Rp17,68 M (setelah dipotong PPN dan PPh), ditransfer kepada PT KPIJ sebesar Rp8,64 M (50%). Anehnya, tidak terdapat hubungan kerjasama secara formal antara PT IK dengan PT KPIJ, sehingga transfer tersebut bisa disebutkan tidak memiliki dasar hukum yang sah. Selain itu, PT KPIJ tidak dapat menunjukkan bukti bahwa PT KPIJ ikut serta dalam pelaksanaan pekerjaan DED PLTA Sungai Urumuka Tahap I dan II.
Jubi juga mendapatkan adanya dugaan beberapa pekerjaan yang terlambat diselesaikan oleh pelaksana proyek, namun tidak dikenai denda keterlambatan tersebut, sesuai kontrak kerja. Total jumlah dana atas kelebihan pembayaran pekerjaan yang semestinya dikenai denda ini senilai Rp17,21 M. Pada tahun 2002- 2009 sebesar Rp12,16 M dan tahun 2010-2011 sebesar Rp5,05 M. Sumber Jubi di BPK RI mengatakan dari total nilai temuan sebesar Rp12,16 M tersebut telah ditindaklanjuti sesuai rekomendasi BPK RI, sebesar Rp582,93 Jt, sedang dalam proses sebesar Rp10,35 M dan sisanya sebesar Rp1,17 M belum ditindaklanjuti. (Jubi/Victor Mambor)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar